Pandemi di tengah masa prapaskah tentu tidak mudah bagi kita umat Katolik, saat masa pertobatan berlangsung dan perayaan Paskah sebagai tanda dari puncak iman kita. Pandemi ini kian membuat kita khawatir dan sedih, ketakutan tentang apa yang akan terjadi di hari-hari ke depan dan kepedihan yang dirasakan karena melihat penderitaan banyak orang.
Kekhawatiran dan kesedihan yang dalam juga pernah aku rasakan saat bapakku meninggal dunia dan ibuku terkena serangan stroke berat. Aku merasa kehidupanku tiba-tiba berubah. Sebagai seorang anak bungsu yang selalu tinggal bertiga dengan orang tua, aku merasakan sedihnya tidak ada sosok Bapak di rumah, hal itu membuatku mengalami perasaan kehilangan yang sangat dalam, dan tak lama kemudian aku juga kehilangan peran ibuku karena beliau hanya dapat terbaring di tempat tidur karena penyakit yang dideritanya.
Aku sedih, khawatir bagaimana aku mampu menjalani hari-hariku ke depan dan aku juga merasakan kekecewaan yang besar dengan keluarga, bahkan dengan ibuku yang sedang sakit. Pengalaman desolasi terberat yang aku alami selama kurang lebih tiga setengah tahun. Selama masa itu, sering kali aku berdoa tapi doaku sangat kering, perasaan takut selalu lebih besar dan aku merasa terpuruk.
Lalu, apakah Tuhan diam saja?. Aku tahu jawabannya adalah tidak meskipun aku sering merasakan keheningan-Nya. Aku menyadari Dia selalu bersamaku setiap saat terutama di hari-hari tersulitku. Meski doaku kering, tapi aku menyadari rahmat-Nya untukku tidak pernah kering. Menyadari kehadiran dan peran-Nya dalam masa-masa sulit sangat tidak mudah, aku berterima kasih karena Dia memberikan rahmat itu untukku.
Setiap hari aku mencoba untuk lebih bersabar, menerima segala keadaan dan menjalaninya dengan tekun. Dalam setiap kesulitanku, ada hal baik yang tumbuh dalam diriku. Perasaan dicintai oleh orang lain yang menyadarkanku, apakah aku juga dipanggil untuk mencintai orang lain? Apakah yang aku lakukan menjelaskan bagaimana aku mencintai? Mencintai Ibu yang sakit dengan merawatnya setulus hati sampai akhirnya ibuku pun dipanggil Tuhan 4 bulan yang lalu, mengundangku untuk mencintai pula saudara-saudaraku dengan bersikap sabar dan pengertian. Selama ini aku masih belajar untuk mencintai. Aku bersyukur kepada Tuhan karena Dia selalu bersamaku melewati segala kesedihan dan kekhawatiran, aku tidak pernah benar-benar kehilangan apapun dan siapapun.
Dalam proses panjang untuk memahami bahwa Yesus selalu hadir, mencintai dan menyapaku melalui segala hal, aku merasakan hidupku menjadi lebih hidup. Bahkan saat ini, aku yang kini lebih hidup daripada aku di masa sebelum kehilangan Bapak. Dan aku akan selalu berusaha semakin hidup dan mejadi versi terbaik dari diriku.
Meskipun Paskah tahun ini kita hayati dalam situasi sulit, kita semua juga diajak untuk memahami hal-hal baik yang terjadi akibat Pandemi ini. Aku kini lebih menghargai dan mencintai Ekaristi, karena dulu aku bisa melewatkan misa hanya karna merasa terlalu lelah. Aku yakin banyak sekali niat-niat baik yang ingin kita lakukan setelah Pandemi ini berakhir. Semoga kebangkitan Tuhan juga dapat membangkitkan semangat kita untuk saling mencintai sesama dan alam ciptaan, juga lebih berani bertindak demi kebaikan bersama.
AMDG!