Kenapa Harus Membuka Masa Lalu Lagi?
Salah satu tahap formasi yang sangat penting dalam komunitas MAGIS adalah tahap pengolahan Sejarah Hidup. Fase pengolahan hidup adalah fase yang paling menyita banyak energi, namun sekaligus menjadi masa penuh rahmat. Pengolahan sejarah hidup menjadi penting karena menjadi pintu awal penerimaan diri guna menapaki perjalanan rohani selanjutnya.
Menengok kembali ke pengalaman luka dan cinta di masa lalu tentu tidak selalu mudah bagi setiap orang. Beberapa mungkin sudah terbiasa dengan rasa jujur atas pengalaman masa lalu, namun tak sedikit akan segera bertanya-tanya. Kira-kira beberapa teman yang belum siap menerima kerangka formasi ini mungkin akan bertanya demikian, “Aku ikut MAGIS untuk cari komunitas, tapi kenapa sih kok harus mengorek lagi masa laluku?”
Beberapa teman mungkin dengan rasa agak terpaksa memasuki tahap pengolahan hidup. Namun, justru di titik inilah kerangka formasi Ignasian sedang dialami. Dalam rutinitas pekerjaan teman formasi MAGIS harus mengingat kembali masa lalu dan luka yang tak mudah untuk diterima. Dalam proses mengingat itu banyak tantangan yang menyertainya. Misalnya, “Bagaimana mengatur dinamika perasaan ketika sedang mengingat pengalaman luka, sementara saya harus bekerja dan berelasi dengan normal di kantor?” Tantangan ini tak mudah, namun harus dilalui sebagai bagian dari proses formasi Ignasian.
Kenapa Ada Sejarah Hidup?
Kerangka formasi komunitas MAGIS sengaja menempatkan tahap pengolahan sejarah hidup ini di awal formasi. Kerangka ini mengikuti pedagogi Ignasian yang menuntun setiap pribadi untuk pertama-tama menaklukkan diri dan mengatur hidup sedemikian rupa agar tidak dipengaruhi oleh rasa lekat tak teratur.
Memasuki lagi luka dan cinta masa lalu bukan untuk tujuan bernostalgia atau larut dalam kesedihan. Hal ini dilakukan bukan untuk lari dari realitas saat ini, tetapi justru dengan menata relasi dan perasaan-perasaan masa lalu kita boleh menikmati hidup saat ini dengan lebih damai.
Dengan memasuki lagi masa lalu, kita bisa mengambil jarak untuk merefleksikannya dengan batin yang jauh lebih tenang daripada dulu waktu kita sedang mengalaminya. Jarak refleksi ini membekali kita perspektif yang lebih dewasa dan kemampuan mengelola emosi yang lebih stabil. Harapannya dengan merefleksikan luka dan cinta masa lalu, kita dapat menerima cinta dan memeluk luka dengan tangan terbuka tanpa penghakiman apapun.
Membuka kembali masa lalu merupakan langkah reflektif agar hidup kita saat ini tidak dikendalikan dan ditentukan oleh emosi-emosi negatif masa lalu. Kita tidak bisa terus-menerus melangkah dengan memungkiri bahwa kita punya sederet pengalaman luka dan cinta di masa lalu. Kita perlu menata dahulu “rumah masa lalu” kita agar setiap keputusan kita selanjutnya tidak berada di bawah pengaruh emosi-emosi negatif.
Emosi-emosi negatif masa lalu perlu kita pahami dan terima agar tidak berubah menjadi residu dan kecenderungan negatif yang mempengaruhi rutinitas kita. Deretan pengalaman afektif dan cinta di masa lalu juga perlu untuk kita rawat dalam memori agar menjadi daya tumbuhnya keutamaan.
Jangan Berjalan Sendirian
Membuka luka dan cinta masa lalu membutuhkan supporting system berupa teman, pembimbing, dan kerangka hidup rohani agar luka itu dapat kita kelola dan terima sepenuh hati. Melalui teman komunitas, kita diberi rumah afeksi berupa komunitas yang mau saling mendengarkan tanpa penghakiman sedikitpun. Melalui pembimbing, kita memperoleh konfirmasi dan ruang yang lebih personal untuk membuka diri dan berefleksi lebih mendalam. Melalui relasi kita dengan Tuhan, kita dapat meletakkan narasi hidup kita yang penuh dengan luka bersama narasi Yesus sendiri yang mampu menyokong narasi hidup kita sehingga kita tidak kehilangan pelita harapan.
Akhirnya, lewat refleksi sejarah hidup, kita diajak untuk mengumpulkan kembali jejak-jejak karya Tuhan sepanjang hidup kita. Jejak-jejak langkah Tuhan dapat dengan mudah kita syukuri bila itu merupakan pengalaman cinta yang afektif. Namun, hidup iman kita akan jauh lebih mendalam bila kita mampu menyingkap misteri kehadiran Tuhan dalam kegelapan dan luka di masa lalu.
Melalui sejarah hidup, kita diharapkan mengenal wajah Tuhan yang terus mendidik kita entah melalui pengalaman cinta kasih maupun lewat pengalaman luka sekalipun. Dengan buah-buah refleksi itulah kita dapat menjalani hidup yang lebih damai dan mendalam berkat penerimaan diri dan kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam sejarah hidup kita.
