Bersama Tuhan, Aku Kembali Pulang

Bila aku melihat hidupku yang lalu, tak ada kata lain yang ingin aku ucapkan selain ungkapan syukur kepada Tuhan, atas segala rahmat yang sudah dicurahkanNya kepadaku. Dia setia berjalan bersamaku, menggandeng tanganku dengan erat dan membimbingku agar aku tidak terjatuh lagi. Sejujurnya, tidak pernah kubayangkan sebelumnya bisa berproses dalam formasi MAGIS 2018, bekesempatan melangkah sejauh ini, bahkan bisa ikut dalam kegiatan Live in yang diselenggarakan kemarin. Bila dipikir dengan akalku yang terbatas, rasanya sulit dipercaya, seorang seperti aku bisa berkomitmen sedalam ini hanya untuk bisa merasakan kehadiran Tuhan, jika bukan Tuhan sendiri yang menuntun.

Kadang ada pertanyaan yang muncul dalam pikiranku : “Banyak orang baik di luar sana, apa yang Tuhan kehendaki dari anak seperti aku, tidak banyak hal yang aku lakukan untuk Tuhan selama ini, namun Dia tetap mempercayakan aku untuk mengikuti panggilan-Nya, rencana apa yang hendak Engkau sampaikan kepadaku ya Tuhan?”

Pada Live in MAGIS 2018 yang diadakan  tanggal 6 – 10 Maret 2019 lalu , aku sungguh merasakan bahwa  campur tangan Tuhan benar – benar nyata dalam hidupku. Susteran Puteri Kasih “ Rumah Kerang” Cilincing, adalah tempat yang menjadi saksi perjumpaan aku dengan Tuhan. Aku ditempatkan di sana bersama dua orang temanku yang lain yaitu Oci dan Dupi, dan aku percaya, Tuhan juga punya rencana yang hebat untuk mereka berdua dan teman-teman peserta Live in lainnya.

Kamis, 7 Maret 2019, kami bertiga (aku, Oci dan Dupi) berjalan menuju Susteran Puteri Kasih, dengan berbekal uang seadanya dan tanpa alat komunikasi,kami pergi ke susteran dengan petunjuk yang disampaikan oleh Kak Dian (animator kami). Selama perjalanan, entah mengapa, ada sukacita besar yang aku rasakan, aku merasa seperti sudah mengenal lama Oci dan Dupi karena komunikasi kami begitu baik, padahal kami baru saling dekat saat itu.

Perjalanan menuju Cilincing terasa sangat berkesan bagiku, bisa naik transportasi umum yang ada, melihat suasana sekeliling, melihat kemajuan pembangunan di sana-ini dan melihat aktivitas orang- orang sepanjang jalan. Aku merasa sepertinya banyak hal yang sudah aku lewatkan selama ini, karena biasanya saat sedang berpergian, aku selalu fokus dengan alat komunikasi atau mungkin tidur. Dan ternyata, hidup tanpa gadget tidak terlalu buruk

Setelah melalui perjalanan yang cukup seru, sampailah kami di Susteran Puteri Kasih – Cilincing. Bau ikan laut tercium menyengat disepanjang jalan, baunya tidak amis hanya saja sedikit aneh bagiku, belum lagi tercampur teriknya matahari membuat bau yang ditimbulkan pun semakin ajaib. Tiba di susteran, kami dipertemukan dengan Suster Sari (Pengurus Rumah Kerang Puteri Kasih), lalu bercerita singkat seputar perjalanan kami menuju kesana, sampai akhirnya kami diperkenalkan dengan para induk semang kami. Mereka adalah orang tua sementara kami selama Live in, dan ternyata kami tidak tinggal di susteran melainkan di rumah mereka di perkampungan nelayan. Dalam hati aku bertanya: ada kejutan apalagi setelah ini?

Sebelum kami pergi, Suster Sari berpesan: “dalam live in kalian nanti, sekecil apapun pengalaman jangan ada yang dibuang, karena itu akan sangat berharga bagi kalian”. Aku pun mengamininya dalam hati.

Kami sudah mendapatkan induk semang kami masing – masing dan siap menuju rumah mereka.  Aku sendiri tinggal di rumah milik Bu Nurlela, seorang Ibu yang sehari-harinya berprofesi sebagai tenaga pengupas kerang.  Aku disambut dengan baik dirumah Bu Nur, bahkan tetangga sekitar pun menerimaku dengan sangat hangat.

Aku menetap selama dua malam dirumah Bu Nurlela dan membantu pekerjaan Bapak dan Ibu sehari-hari. Dari situ dapat kulihat Ibu Nurlela dan suaminya adalah sosok orang tua yang tangguh dan bertanggung jawab, mereka bekerja keras dari pagi hingga sore  untuk menghidupi keenam anak cucu mereka (Solikin, Solidin, Sofian, Sobirin, Risma , dan Khairul). Di rumah merekalah aku memperoleh rahmat Tuhan yang begitu luar biasa.

Dari sana aku menyadari, ternyata banyak sekali hal yang harus diperbaiki dalam hidupku. Dengan cara–cara yang sederhana, Tuhan bekerja dengan hasil yang luar biasa. Aku seperti ditampar habis – habisan, saat melihat suasana yang dihadapi mereka sehari-hari. Ditempat itu sangat sulit mendapatkan air bersih dan mencari uang untuk menyambung hidup.

Untuk mendapatkan air bersih, setiap orang harus membayar sebesar Rp.15.000,00/30 menit dan bila tidak mampu membeli, maka mereka harus mengambil air di sumur penampungan yang jaraknya sangat jauh. Aku merasakan sendiri beratnya hidup mereka disana, bagaimana mengambil air untuk mandi dan mencuci setiap hari. Serta betapa kerasnya usaha yang harus mereka lakukan untuk makan sehari-hari. Baru dua hari saja aku sudah merasa lelah, apalagi mereka yang melakukannya setiap hari.

Aku benar – benar merenung dan minta ampun kepada Tuhan, selama ini sudah tidak bijaksana dalam menggunakan rezeki yang  dititipkan oleh-Nya, banyak uang yang kuhamburkan hanya untuk kesenangan semu, sedangkan di luar sana banyak saudara kita yang harus bertaruh nyawa hanya untuk mencari makan. Aku pun sangat malu kepada diriku sendiri karena selama ini lebih banyak mengeluh daripada mengucap syukur. Tuhan sudah menunjukkan sendiri kepadaku, bahkan mengizinkan aku merasakan secara langsung kehidupan mereka. Dan aku percaya, ada yang Tuhan kehendaki dariku melalui ini semua, bukan hanya untuk mengubah gaya hidupku saja. Lebih dari itu, aku tahu Tuhan ingin aku lebih peka dengan keadaan sekitar, krena bukan hanya di tempat ini saja, masih banyak sekali di luar sana saudara kita yang menjalani kehidupan serupa.

Berkat yang kuterima tidak sampai di situ saja, di rumah itu pula aku merasakan bagaimana kehangatan seorang Ibu, merasakan bahagianya memiliki adik (bukan hanya satu,tetapi 6 orang sekaligus) dan yang lebih dalam lagi merasakan kembali kehadiran sosok seorang Bapak dalam hidupku. Aku termasuk orang yang sangat sulit sekali menangis, tetapi menerima semua hadiah itu, rasanya air mataku seperti terkuras. Tuhan, apa aku pantas mendapatkan kebahagiaan sebesar ini? Bagiku ini lebih dari sekedar karunia, Engkau menempatkan aku di dalam rumah, di mana semua hal yang aku harapkan bisa aku dapatkan.

Selama aku berproses dalam formasi MAGIS 2018, aku menyadari bahwa aku belum sepenuhnya berdamai dengan sejarah hidup, melepaskan kelekatan–kelekatan negatif dan mendengarkan suara roh Tuhan dalam hidupku. Tetapi, setelah melewati proses Live in ini, aku tahu Tuhan bekerja dalam hidupku begitu besar. Dengan cara ini, Tuhan berbicara, dan ternyata Ia tidak pernah lelah terhadapku. Aku ingin menata hidupku sesuai dengan cara yang dikehendaki oleh Tuhan dan aku tidak ingin hanya omong kosong. Selama ini aku selalu membuat kekacauan dan selalu Tuhan yang menyelesaikan. Aku yang sempat sangat jauh dari Tuhan, dibawaNya kembali pulang. Dan ternyata, Tuhan masih tetap setia menungguku, di tempat yang sama di mana aku pernah meninggalkan-Nya (LU)

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *