Membayangkan memiliki satu orang sahabat saja aku takut. Diberi 7 orang sahabat seperjalanan yang bersedia mendengar dan menerimaku apa adanya adalah salah satu bukti cinta Tuhan yang sungguh besar padaku.
Tidak bisa kupungkiri bahwa pengalamanku di-bully sejak SD meninggalkan bekas luka. Saking masih berbekasnya, aku mengalami kesulitan menjalin relasi dan berbagi dengan orang lain. Aku menjadi pribadi yang sangat takut terhadap penolakan. Perasaanku menjadi kelewat sensitif terhadap gestur penolakan yang kadang kuada-adakan sendiri :p
Sebisa mungkin aku tidak mau terlibat dalam persahabatan yang mendalam. Teman berbagiku hanyalah keluarga intiku, terutama ibuku.
Namun sejak ibu pergi, aku merasa tidak punya siapa-siapa. Gelasku penuh… nyaris tumpah.
Masih jelas teringat ketika awal pembagian circle, aku diam-diam menangis karena kelompok circle berbeda dengan kelompok games di mana aku sudah merasa nyaman.
Membayangkan bagaimana aku harus “menelanjangi” diriku di depan orang-orang yang relatif baru cukup menakutkan bagiku. Sempat kubangun lagi tembok-tembok di sekelilingku, namun setelah mengingat komitmen dan motivasiku bergabung dengan komunitas ini akhirnya kudobrak tembok setengah jadi itu di Perbul I , hingga aku menangis dalam circle.
Di circle Perbul 4, aku semakin nyaman dengan sahabat seperjalananku di circle Dragon Ball. Aku juga semakin merasa aman menceritakan kelekatan dan kejatuhanku. Tidak lagi kutemukan tembok-tembok yang membatasiku untuk berbagi. Kisah kelekatan dan kejatuhan mereka membuka sudut-sudut pandang baru bagiku. Timbul rasa takjub pada mereka yang berani mengambil jalan yang tidak dilalui banyak orang. Ditambah rasa kagum pada pilihan bijaksana yang pernah mereka ambil. Perasaan empati juga ikut muncul ketika kurangkai peristiwa yang mereka alami di kepalaku. Selain itu, kudapatkan juga pengertian dan penerimaan penuh atas pilihan dan keputusan mereka yang sebenarnya tidak sesuai dengan nilaiku.
Karena sebelumnya kami sudah sepakat bahwa aku yang bertugas untuk menulis cerita circle bulan ini, maka kuisi perjalanan dari Sabang – Bintaro untuk mencecap kembali perasaanku selama circling tadi. Lumayan juga untuk mengalihkan rasa semakin teposnya pantatku sepanjang perjalanan dengan Gojek ini.
Sebelumnya aku sempat pulang ke Magelang untuk kurun waktu yang cukup lama sehingga beberapa kali aku tidak dapat mengikuti circle di luar. Namun sejak Perbul 4 ini aku bisa mengikuti kembali circle di luar karena sudah menetap kembali di Jakarta.
Menjelang hari yang disepakati, kusadari bahwa ada kerinduan untuk kembali berkumpul bersama sahabat seperjalananku; hal yang belum pernah aku rasakan sebelumnya dalam sebuah relasi pertemanan.
Di sela-sela sharingku, kusadari bahwa pintuku terbuka semakin lebar, dan aku semakin bisa menjadi diriku sendiri dalam berinteraksi dengan mereka tanpa takut ditolak. Pengertianku dan penerimaanku terhadap manusia berkembang seiringi dengan berkembangnya dialog iman di antara kami.
Hari itu kututup dengan doa kontemplasi yang disharingkan dalam circle tadi.
Kutemui Jenifer kecil. Kuajak dia untuk memeluk kembali pengalaman lukanya sewaktu dibully, juga untuk menyelami kelekatan-kelekatan kami. Kuundang pula Yesus untuk hadir dan tinggal bersama kami.
Di akhir hari itu, hatiku terasa kian lega. Kututup kontemplasiku dengan memohon penyertaan dari-Nya untuk perjalanan kami selanjutnya. Terima kasih, Tuhan.
