Only One Who Give Love Will Receive Love

 

     Perjalanan ini adalah WYD kedua dan Magis gathering pertama untuk saya. Perjalanan rohani yang amat sangat membekas di diri saya, baik dari preparasinya yang cukup menyita waktu sampai kenangannya yang tidak pernah hilang. Bukan hanya dalam hal rohani, tapi juga companionshipnya juga terasa sekali. Yang paling saya ingat dari preparasi ialah latihan menari ronggeng manis. Tidak pernah terbayangkan bahwa saya akan menari, karena saya paling tidak bisa menari dan amat sangat menghindarinya. Tapi kali ini, mau tidak mau harus menari. Dihadapkan sama hal yang tidak disukai itu rasanya sedikit menyebalkan untuk saya. Ditambah lagi saya mendapat informasi bahwa kami harus mendapat experiment peregrinasi. Belum lagi ketika itu, saya belum mendapat kepastian dari kantor apakah boleh pergi atau tidak. So, it’s like triple attack.

     Tapi saat menjalaninya, rasanya menyenangkan juga. Pertama kali berkumpul untuk membuat video terima kasih” kepada Magis Brasil. Lalu pertama kali meliukkan badan dalam tarian. Pertama kali latihan intensif plus mendapat marah dari Priska. Pertama kali bawa sampur kemana-mana karena takut terlambat latihan. Pertama kali pakai kostum ronggeng. Pertama kali gladi bersih dilihat teman-teman. Pertama kali berkumpul bareng teman magis yang akan pergi bersama. Pertama kali stres mikirin peregrinasi. Pertama kali work out (biarpun masih setengah-setengah). Pertama kali cari ide supaya jatah cuti tidak kepotong. Pertama kali norak beli ini itu untuk preparasi. Proses persiapan kali ini lebih kompleks dibandingkan WYD sebelumya. Passport saja baru ada di tangan H-1 sebelum keberangkatan. 

     Akhirnya, tanggal yang dinanti-nanti pun tiba. 9 Juli 2013. Setelah perjalanan yang cukup panjang dan bikin rambut lepek, kami pun akhirnya menginjakkan kaki di Sao Paulo. Hal pertama yang dilakukan sambil antri di imigrasi ialah cari Wi-Fi! Seketika hampir semuanya asyik dengan gadget masing-masing. Di Sao Paulo ini, kami dibantu para Romo SVD (yang baru dihubungi beberapa minggu sebelum keberangkatan). Kami dijemput di bandara lalu diantar ke penginapan yang adalah rumah mereka. Kami ngobrol-ngobrol, dijamu dengan menu ikan patin dan minuman alkohol Caipirinha. Rasanya lupa kalau lagi di Brazil. Sambutan mereka benar-benar hangat dan tulus. Segala hal dibantu, dari beli sim card, tukar uang, traktir makan, beli tiket bus dll. Ketulusan mereka membuat saya jadi berpikir kalau saya seringkali memikirkan terlalu banyak hal. Dalam hal ini, saya tidak memikirkan akan mendapat bantuan yang sangat banyak dari mereka. Intinya, saya sudah prepare for the worst deh eh ternyata dapat yang terbaik dari mereka. Saat akan berpisah dengan mereka untuk bertolak ke Bahia  rasanya ada sedikit rasa kehilangan dalam diri saya. Seperti meninggalkan keluarga untuk waktu yang lama. 

     Sesampainya di Bahia, saya merasa senang sekali saat bertemu sesama” Magis. Saya terharu oleh relawan yang bertugas menunggu pilgrim. Mereka menunggu lama, dan mereka tetap dengan sabar menjelaskan satu per satu kepada kami walau ada kendala bahasa. Setelah itu kami langsung cari lapak di bandara untuk melanjutkan tidur. Pagi hari, kami pun menunggu bus untuk ke Colegio Antonio Vieriera bersama dengan Magis Taiwan. Sampai di tempat tujuan ternyata sekamar juga sama teman-teman dari Taiwan.

     Selama di Bahia, yang cukup berkesan ialah diare massal. Hampir 90% dari pilgrim, panitia maupun relawan mengalami diare. Air pun sempat mati. Klinik pun penuh. Setiap kali bertemu Magis lainnya, topik yang seringkali muncul adalah apakah kamu sakit perut? Sedikit lucu kalau diingat-ingat, 8 orang Magis Indonesia pun terkena diare dengan berbagai tingkatan. Ada yang sakitnya tidak terlalu merepotkan, ada yang sampai ke klinik. Bahkan karena peristiwa ini adalah menjadi teman toilet. Waktu di klinik sempat berbicara dengan teman dari Brazil yang bernama Daniella dan Eugiene dari Singapore. Tepatnya bukan berbicara, tetapi bahasa tarzan. Mengapa? Karena Daniella tidak bisa berbahasa Inggris. Dia hanya bisa berbahasa Portugis dan sedikit bahasa Spanyol. Kadang-kadang, Eugiene pun nimbrung. Percakapan yang terjadi hanya sebatas itu. Tetapi, saat misa penutupan, kami bertemu Daniella dan dia langsung memberikan gelangnya kepada kami dan langsung memeluk kami. Ah, indah sekali persahabatan ini.

     Selain itu, yang berkesan lagi ketika menari. Saya sudah siap untuk menari, tiba-tiba diare dan muntah beberapa saat sebelum tampil. Rasanya ingin menyerah dan tidur saja. Tapi begitu sampai panggung (biarpun masih sedikit ngawang-ngawang) masih diberikan tenaga untuk menari bersama. Yang awalnya deg-degan saat naik panggung sampai akhirnya tersenyum gembira karena sudah selesai. Applause dari semua terasa membanggakan. Belum lagi kostum tarian kami yang warna warni menarik perhatian orang-orang muda lainnya. Di Bahia, pelajaran berharga yang saya dapatkan ialah di tengah-tengah kesulitan (dalam hal ini diare) jika dilakukan bersama-sama dengan teman rasanya jadi tidak terlalu sulit lagi. Kehadiran teman yang menyemangati dan suasana kebersamaan yang sangat kental membuat penderitaan menjadi berkurang.

     Dari Bahia, kami pun kembali ke Sao Paulo untuk memulai peregrinasi. Jalur pereginasi kami seharusnya dari Peruibe ke Sao Bernardo do Campo. Tapi akhirnya kami hanya sampai di Santos karena kondisi cuaca yang tidak mendukung. Grup kami bernama SP 11 terdiri dari grup Brazil, Chile, Prancis, dan Indonesia. Empat negara yang mother tounge-nya nyaris berbeda. Namun semua harus jalan bersama selama kurang lebih seminggu. Awalnya, saya sempat merasa rendah, ditambah lagi saya juga bukan termasuk orang yang ramah dan bisa mengajak orang untuk saling bertukar cerita. Hari-hari pertama saya seringkali diam saja saat teman-teman Indonesia lainnya mengajak berbicara teman-teman lainnya. Saya hanya nimbrung beberapa kali saja. Namun, akhirnya saya mulai bisa berbicara dan bercanda bersama mereka. 

     Peregrinasi hari kedua saya merasa benar-benar lemah. Cuaca yang sangat panas membuat saya berjalan lambat sekali. Seringkali Fitri menyemangati saya agar terus berjalan. Ya, ternyata setelah istirahat pertama akhirnya kekuatan saya mulai muncul. Dan kami mulai berjalan lagi, saat hampir sampai ke tujuan, saat benar-benar lemas, teman dari Chile yang bernama Ivan pun menyemangati saya ‘Go, Vera (spellingnya menjadi Bera)’. Padahal dia sendiri sudah kepayahan dengan postur tubuh yang sedikit gemuk dan tas yang sangat besar tapi masih suka menyemangati orang. Rasanya terharu dan seperti mendapat kekuatan lebih.

     Hari-hari selanjutnya, saat mulai capek, kami pun bernyanyi berbagai macam lagu dari lagu sambil menggerakkan badan dan tangan. Sampai teman-teman dari negara lain minta untuk diajarkan. Pernah juga rosario bersama dengan teman-teman Chile (dengan bahasa masing-masing). Lalu pernah juga tiba-tiba diikutin orang yang naik sepeda dan diberi minuman. Lalu pernah juga saat bermalam di salah satu gereja, kami disuguhi makanan. Padahal menurut Erik (group leader), daerah tersebut sangat miskin dan memang panitia sudah siap untuk membelikan kami makanan. Mereka benar-benar mengusahakan yang terbaik di tengah keterbatasan mereka. Memberi dari apa yang mereka miliki, apa adanya. Tapi justru itulah yang membuat mereka kaya.

     Salah satu kejadian yang menampar saya ialah saat ngobrol dengan Louix dari Prancis. Sebelumnya memang sudah mendapat informasi dari teman-teman kalau dia ini orangnya religius sekali, antri mandi aja bisa rosario. Dari obrolan basa-basi, tiba-tiba dia menceritakan proses pertobatan dia yang menyebabkan dirinya menjadi sangat taat kepada Tuhan. Saya yang mendengarnya pun langsug berkata kepada dia tentang kekaguman saya dan akhirnya membagikan sedikit tentang ketakutan saya untuk dekat kepada Tuhan. Saya seperti membangun jarak sendiri dengan-Nya. Kata-kata yang membuat saya tertampar bolak balik ialah ketika dia mengatakan only one who give love will receive love. Saya merasa wah selama ini saya minta apa saja kepada Tuhan. Tapi apa pernah saya memberikan apapun dari diri saya untuk-Nya? Kata-katanya sederhana tapi sangat menohok. Selama ini saya berharap tanpa pernah memberikan apapun. Selain itu dia berpesan kepada saya agar saya mencoba untuk pasrah. Awalnya memang susah, dia juga sempat mengalaminya tapi hal tersebut sangat pantas untuk dilakukan. Dia juga mengatakan bahwa sebagai manusia, kita tidak punya hak untuk menghakimi orang sembarangan dan jangan pernah berhenti untuk mencoba mengenal seseorang. Lagi-lagi tertampar. Kebiasaan saya ialah menghakimi orang sembarangan dan malas untuk mengenal orang lebih jauh. Rasanya, pembicaraan yang singkat dengan Louix membuka pemikiran saya. Ketika itu saya sungguh mendapat pencerahan. Saya merasa, apa yang dikatakan sangat pas dengan situasi diri saya selama ini. 

     Dari Santos, kami pun kembali ke Sao Paulo (Colegio Fransiso Xavier). Di tempat inilah kami berpisah dengan para relawan yang membantu kami selama peregrinasi. Kami bertolak ke Rio. Saat di Rio, pengalaman yang berkesan tentunya saat bertemu dengan Papa Fransisco. Tidak disangka-sangka, Papa lewat di depan sekolah, tempat kami menginap. Dan ternyata beliau hanya menggunakan mobil biasa. Bagi saya itu nekat banget. Selain itu, yang berkesan tentu saja khotbahnya.  Inti dari khotbah paus ialah ‘go and make disciple of all nations’. Untuk itu, kita tidak perlu takut karena ada Yesus disamping kita yang akan selalu menuntun dan menjaga kita. Yesus juga sudah memberikan nyawa-Nya untuk menyelamatkan kita dan untuk menunjukkan cinta kasih-Nya.

     Magis mengajarkan saya banyak hal. Lewat perjalanan ini saya belajar untuk menghadapi hal-hal yang selama ini saya hindari. Saya diajar untuk keluar dari comfort zone saya. Ke depannya, saya ingin mencoba dan berusaha terlebih dahulu sebelum akhirnya saya berkata saya tidak bisa. Kata-kata Loix, only one who give love will receive love selalu terngiang-ngiang di benak saya. Terima kasih Tuhan, terima kasih Magis dan terima kasih teman-teman untuk pengalaman tak ternilai harganya. Saudade, Brazil. Muito obrigado!

Fransiska Vera Yolanda

Magis Jakarta

Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Copy This Password *

* Type Or Paste Password Here *